Selasa, 22 Januari 2019

Analisa Error dan Ketidak Pastian Pada Alat Ukur


Error Dalam Pengukuran

Setiap hasil pengukuran selalu mengandung error. Tidak ada pengukuran yang bebas error, ini merupakan sifat alamia, kecuali jika yang diukur/dihitung adalah jumlah barang atau jumlah kejadian. Error dalam pengukuran dikelompokan menjadi 3 jenis, yaitu spurious errorsystematic error dan random error.


Spurious error merupakan gross error. Penyebab spurious error adalah karena kesalahan manusia (salah menggunakan metode, salah baca, salah lihat, salah mencatat) atau karena kesalahan alat ukur (instrument yang tidak berfungsi dengan baik).  Spurious error akan menyebabkan hasil pengukuran tidak valid karena berada jauh dari nilai rata-ratanya (outlier). Spurious error tidak bisa diikutkan dalam analisa statistik.  Cara menentukan spurious error dalam sekelompok hasil pengukuran adalah dengan outlier test.
Systematic error disebabkan oleh berbagai faktor yang secara sistematis mempengaruhi hasil pengukuran. Misalnya suatu keributan terjadi di dekat ruangan kelas dimana murid-murid sedang melakukan test.  Keributan ini bisa menyebabkan kesalahan menjawab pada semua murid karena terganggunya konsentrasi akibat keributan tersebut.  Contoh lainnya adalah adanya sludge dalam tanki bahan bakar yang menyebabkan kesalahan pada pengukuran level bahan bakar dalam tanki tersebut (level sludge juga ikut terukur).  Systematic error bernilai tetap atau jika berubah ia bisa diprediksi. Jadi Systematic error akan memberikan bias pada hasil pengukuran. Bias tersebut bisa bernilai positif atau negatif. Dalam prakteknya, systematic error ini sangat sulit untuk diidentifikasi/ditentukan.
Random error disebabkan oleh faktor-faktor yang secara acak/random berpengaruh pada suatu variable/besaran sepanjang proses cuplikan/sampling pengukuran.  Salah satu contoh faktor tersebut misalnya suasana hati (mood) seseorang yang bisa berpengaruh pada kinerjanya sehingga bisa mempengaruhi hasil pengukuran.  Random error menyebabkan pengukuran berulang yang dilakukan terhadap suatu besaran tidak pernah menghasilkan nilai yang sama.  Hasil pengukuran berulang tersebut akan terdistribusi di sekitar nilai benar-nya dan mengikuti distribusi normal (Gausian). Random error dapat ditentukan dengan menggunakan metode statistik.
Untuk membuat suatu hasil pengukuran dapat diterima oleh semua pihak, maka perkiraan error yang terkandung dalam hasil pengukuran tersebut harus disampaikan, baik menyangkut besarnya error tersebut maupun tingkat signifikannya.  Secara umum pernyataan hasil pengukuran yang baik akan berbentuk sbb:  : y ± C(y) 95, n (95% confidence level, n measurement). Dengan y  adalah perkiraan nilai benar dari pengukuran, yang juga merupakan nilai rata-rata dari beberapa kali pengukuran setelah dikoreksi terhadap systematic error,  dan C(yadalah error.  Pernyataan diatas mengandung pengertian, nilai benar tersebut 95% kemungkinan berada pada rentang  y  –  C(y)   dan  y C(y.

KETIDAKPASTIAN
Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan pegas, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang mempengaruhi hasil pengukuran, dan karena hal-hal seperti ini pengukuran mengalami gangguan. Dengan demikian sangat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran. Oleh sebab itu, setiap pengukuran harus dilaporkan dengan ketidakpastiannya.
Ketidakpastian dibedakan menjadi dua,yaitu ketidakpastian mutlak dan relatif. Masing masing ketidakpastian dapat digunakan dalam pengukuran tunggal dan berualang.
Ketidakpastian Mutlak
Suatu nilai ketidakpastia yang disebabkan karena keterbatasan alat ukur itu sendiri. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian yang umumnya digunakan bernilai setengah dari NST. Untuk suatu besaran X maka ketidakpastian mutlaknya dalam pengukuran tunggal adalah:
Δx = ½NST
dengan hasil pengukuran dituliskan sebagai
X = x ± Δx
Melaporkan hasil pengukuran berulang dapat dilakukan dengan berbagai cara, dantaranya adalah menggunakan kesalahan ½ – rentang atau bisa juga menggunakan standar deviasi.
Kesalahan ½ – Rentang
Pada pengukuran berulang, ketidakpastian dituliskan idak lagi seperti pada pengukuran tunggal. Kesalahan ½ – Rentang merupakan salah satu cara untuk menyatakan ketidakpastian pada pengukuran berulang. Cara untuk melakukannya adalah sebagai berikut:
·         Kumpulkan sejumlah hasil pengukuran variable x. Misalnya n buah, yaitu x1, x2, x3, … xn
·         Cari nilai rata-ratanya yaitu x-bar

x-bar = (x1 + x 2 + … + xn)/n
·         Tentukan x-mak dan x-min dari kumpulan data x tersebut dan ketidakpastiannya dapat dituliskan

Δx = (xmax – xmin)/2
·         Penulisan hasilnya sebagai:

x = x-bar ± Δx
Standar Deviasi
Bila dalam pengamatan dilakukan n kali pengukuran dari besaran x dan terkumpul data x1, x2, x3, … xn, maka rata-rata dari besaran ini adalah:

Kesalahn dari nilai rata-rata ini terhadap nilai sebenarnya besaran x (yang tidak mungkin kita ketahui nilai benarnya x0) dinyatakan oleh standar deviasi.

Standar deviasi diberikan oleh persamaan diatas, sehingga kita hanya dapat menyatakan bahwa nilai benar dari besaran x terletak dalam selang (x – σ) sampai (x + σ). Dan untuk penulisan hasil pengukurannya adalah x = x ± σ

Ketidakpastian Relatif

Ketidakpastian Relatif adalah ketidakpastian yang dibandingkan dengan hasil pengukuran. Hubungan hasil pengukurun terhadap KTP (ketidakpastian) yaitu:
KTP relatif = Δx/x
Apabila menggunakan KTP relatif maka hasil pengukuran dilaporkan sebagai
X = x ± (KTP relatif x 100%)
Ketidakpastian pada Fungsi Variabel (Perambatan Ketidakpastian)
Jika suatu variable merupakan fungsi dari variable lain yng disertai oleh ketidakpastin, maka variable ini akan diserti pula oleh ketidakpastian. Hal ini disebut sebagai permbatan ketidakpastian. Untuk jelasnya, ketidakpastian variable yang merupakan hasil operasi variabel-variabel lain yang disertai oleh ketidakpastian akan disajikan dalam tabel berikut ini.
Misalkan dari suatu pengukuran diperoleh (a ± Δa) dan (b ± Δb). Kepada kedua hasil pengukuran tersebut akan dilakukan operasi matematik dasar untuk memperoleh besaran baru.

Rabu, 09 Januari 2019

Tugas Softskill


No
Judul, Autor
Nama Jurnal
Introduction
Metode

Conclusion
1
Perencanaan awal turboptop basic trainer aircraft berdasar kriteria cakupan misi penerbangan, (Tungga Bhimadi, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik dan Informatika Universitas Gajayana Malang)

jurnal.ftumj.ac.id/
index.php/semnastek
Perancangan awal merupakan salah satu fase dalam perancangan pesawat terbang, sesudah perancangan mula dan sebelum perancangan konsep. Sebagai latar belakang, sudah saatnya Indonesia mengganti pilihan pesawat latih yang digunakan sekarang. Sehingga perlu usulan pesawat latih dasar pengganti sebagai tujuan penelitian yaitu, pemilihan Turboprop Basic Trainer Aircraft atau pesawat latih dasar dengan propeler, untuk latihan calon pilot penerbang pesawat tempur.
Metodologi penilitian yang digunakan yaitu metodologi perancangan empiris yang memprediksi harga karakteristik yang diusulkan dengan aspek desain fokus pada kriteria cakupan 3(tiga) misi yaitu sortie training, bomber, dan attack.


kesimpulan, pesawat pilihan memenuhi kriteria cakupan misi bahkan untuk beberapa item misi lebih baik. Metodologi perancangan empiris ini dapat digunakan untuk pemilihan pesawat jenis lain yang akan digunakan.

2
Fluid dynamics wind turbine design:
Critical analysis, optimization and application
of BEM theory
R. Lanzafame, M. Messina
The mathematical model most frequently used by scientific and industrial communities
is the one based on the blade element momentum (BEM) theory. It offers
the possibility to perform fluid dynamics design of rotor blades, and to evaluate wind turbine performance (in on-design and off-design conditions). With the implementation of
this model it is possible to design the rotor, to choose the geometric characteristics of the
turbine (rotor diameter, aerodynamic airfoils, chord, pitch and twist), and to evaluate the
forces acting on the blades, and so the torque and the power at the rotor shaft. With this
mathematical model it is also possible to evaluate turbine performance with a wide range
of wind velocities.
The BEM theory is based on the Glauert propeller theory , modified for application to
wind turbines. In recent years the BEM theory has been optimized and modified to provide
increasingly accurate results. For the numerical stability of
the mathematical model the
greatest difficulties are represented by determination of the axial and tangential induction
factors, the lack of experimental measurements on airfoil lift and drag coefficients at high
angles of attack, and their three-dimensional representation. In order to take the threedimensional
representation into account, the wind tunnel experimental measurements
must be modified in order to consider the radial flow along the blades (centrifugal
pumping . 
The mathematical simulations have been
compared with experimental data found in the literature. The simulation was performed for the
whole wind velocity range, in on-design and off-design conditions. Several simulations were
performed in order to maximize the agreement between the simulated and experimental data.
Particular attention was paid to the tangential induction factor and to the models for the
representation of the lift and drag coefficients. A comparison was also made between the
mathematical model presented in the paper and those considered in the literature. Finally, the model
was implemented to optimize rotor performance, especially at low wind velocities, which is crucial to
produce power during the machine start-up phase.


In this work a mathematical model for the fluid dynamics design of a wind turbine,
based on Glauert theory, has been implemented. The mathematical model is known as the
blade element momentum theory, and starts from the Glauert propeller theory, with
suitable modifications for application to wind turbines. This model can be implemented for
the study, design and evaluation of wind turbine rotor performance. The most difficult
issues for the BEM theory are: mathematical representation of the correct lift and drag
coefficient values and correct evaluation of the axial and tangential induction factors. On
the basis of experimental measurements on a wind turbine, several simulations have been
carried out to evaluate the best lift and drag coefficient representation, in order to take into
account the effect of centrifugal pumping, and to better evaluate the influence of different
induction factor representations.
Having chosen the representation for the aerodynamic coefficients and the induction
factors, a comparison between the model implemented in this work and other
mathematical models found in the literature was made. The comparison showed a good
agreement between the model proposed in this work and experimental data.
After evaluation of the performance of the wind rotor, the mathematical model was
implemented to optimize the power coefficient of the rotor, in order to maximize the
torque available at low wind speeds.
3
Perkembangan Transportasi Kereta Api Dan Pengaruhnya Terhadap Industri Perkebunan Di Surakarta Tahun 1864-1930, (Wisnu Happy Eko Saputro dan Dr. Dyah Kumalasari)
Journal.student.uny.ac.id
/ojs/index.php/risalah/article
/download/
Transportasi kereta api berpengaruh besar terhadap perkembangan industri perkebunan di Surakarta. Transportasi kereta api berperan sebagai pengangkut hasil perkebunan. Hasil perkebunan di Surakarta yang meningkat, membuat dibutuhkannya alat transportasi yang efektif dan memadai untuk mengangkutnya. 
Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis. Metode sejarah adalah cara yang digunakan dalam merekonstruksi masa lampau. Penelitian ini melalui 5 tahap, yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan tahap yang terakhir ialah historiografi.

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa masuknya transportasi kereta api di Surakarta dilatar belakangi oleh sistem perekonomian yang diterapkan Pemerintah Hindia-Belanda yaitu sistem sewa tanah, sistem pajak tanah dan sistem tanam paksa. Trasportasi kereta api selanjutnya memegang peran penting untuk mengangkut hasil perkebunan antara 1864-1900. Peran transportasi kereta api berlanjut sampai tahun 1929, peran ini terlihat dari pengangkutan hasil perkebunan dan pengangkutan bahan industri batik. Pengaruh transportasi kereta api terhenti pada tahun 1930 karena terpengaruh oleh krisis ekonomi dunia.

4
Pengembangan Metode Parameter Awal Rotor Turbin Angin Sumbu Vertikal Tipe Savonius
Sulistyo Atmadi, Ahmad Janaludin Fitroh
PenelitianPusat Teknologi Dirgantara Terapan, LAPAN
Turbin angin adalah sebuah system yang berfungsi untuk mengubah energy angin dikonversikan sebagian menjadi energy putar oleh rotor.dengan atau tanpa roda gigi,rotor memutar generator.oleh generator energy putar tersebut dikonversikan menjadi energy listrik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kisaran ukuran dan kecepatan putar rotor untuk daya yang diinginkan pada kecepatan angin rancangan tertentu. Beberapa parameter yang dijadikan batasan adalah :
1. Koefisien daya
2.Tip speed ratio
3.rasio diameter terhadap tinggi rotor

Telah dikembangkan  sebuah metode penentuan kondisi operasional dan geometri awal rotor turbin angin sumbu vertical tipe savonius.

Untuk kecepatan angin
rancangan yang sama,semakin besar daya yang diinginkan makaluas, diameter, dan tinggi rotor yang diperlukan juga senakin besar dan kecepatan putar rotor rancangan semakin rendah

Hasil penelitian inidapat menjadi acuan awal untuk merancang turbin angin savonius secara sederhana
5
Efek Suhu Pada Proses Pengarangan Terhadap Nilai Kalor Arang Tempurung Kelapa (Coconut Shell Charcoal), (M. Tirono, Ali Sabit)
/NEUTRINO
/article/
Bahan bakar minyak merupakan bahan bakar yang diolah dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.  Biomassa merupakan sumber enrgi alternatif terbarukan  yang berasal  dari tumbuh-tumbuhan dan limbah. Tempurung kelapa dapat diolah menjadi arang yang merupakan bahan baku pembuatan arang briket dengan proses karbonisasi. Temperatur karbonisasi sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan temperatur yang tepat akan menentukan kualitas arang. Penelitian ini merupakan penentuan nilai  kalor dari  arang tempurung kelapa dengan  suhu pengarangan yang berbeda. Variasi suhu pengarangan yang diberikan yaitu 200  C, 250 ˚ C, 300 C, 350 ˚ C, 400   C, 500   C, 550 ˚ C, dengan pengulangan sebanyak tiga kali pada setiap variasi suhu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pada proses pengarangan terhadap nilai kalor arang. Selain itu mengetahui efisiensi pembuatan arang tempurung kelapa dengan menganalisa perubahan massa bahan sebelum dan sesudah pengarangan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang ditampilkan dalam bentuk table dan grafik, kemudian data yang dihasilkan  dianalisis dengan anova dan regresi linier.



Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu pengarangan berpengaruh terhadapa penyusutan massa temperatur kelapa, semakin tinggi suhu pengarangan maka semakin tinggi massa penyusutan tempurung kelapa. Suhu pengarangan berpengaruh terhadap nilai kalor arang tempurung kelapa, semakin tinggi suhu pengarangan maka semakin besar nilai kalor arang tempurung kelapa.